FOREXimf.com - Saya yakin mayoritas edukator, analis, atau trader professional akan mengatakan pada kalian bahwa tidak ada yang namanya indikator atau strategi trading yang menyandang predikat “holy grail”. Selalu perhatikan kekuatan modal, manajemen risiko dan manajemen modal. Saya pergunakan kata “mayoritas” untuk tidak mengatakan “semua”, karena ternyata ada saja orang di luar sana yang cukup halu mengaku bahwa mereka bisa menjanjikan keuntungan PASTI untuk kalian.
Tapi, ketiadaan indikator teknikal atau strategi trading holy grail ini tidak lantas harus membuat kita menyerah untuk mencari indikator atau strategi “terbaik” yang tentunya cocok untuk kita. Cocok di sini maksudnya adalah cocok dari sisi gaya trading dan tentu saja kekuatan modal kita masing-masing.
Justru karena setiap indikator atau strategi trading memiliki keunggulan dan kelemahan, maka kita akan selalu bisa mengkombinasikan berbagai indikator dengan menyesuaikan beberapa pengaturan. Hal itulah yang sebenarnya kita lakukan dalam upaya membuat sebuah strategi trading forex yang diharapkan bisa menyetorkan keuntungan yang konsisten ke dalam akun trading kita.
Dengan adanya ratusan atau bahkan ribuan indikator teknikal di luar sana, bisa jadi ada ribuan atau bahkan mungkin jutaan kemungkinan kombinasi indikator untuk kita jadikan sebuah strategi.
Nah, di antara ribuan pilihan indikator itu, ada kemungkinan kalian akan menemukan kesulitan dalam memilih indikator mana yang akan kalian pergunakan untuk dijadikan sistem atau strategi trading.
Jangan asal pilih, karena kalau kalian asal pilih, bukan strategi yang profitable yang akan kalian dapatkan, malah sistem trading yang mungkin akan membuat kalian boncos.
Nah, sebelum kalian memilih, coba deh perhatikan empat hal berikut ini supaya kalian bisa menemukan indikator yang benar-benar tepat guna dan tepat sasaran.
#1: Indikatornya mau digunakan untuk strategi trading yang seperti apa?
Kalian tentu tidak mau memakai sepatu tenis untuk mendaki gunung, kan? Atau, pisau daging untuk mengupas apel? Kalian juga tidak mungkin berenang dengan setelah jas atau gaun pengantin, kan? Kecuali mungkin diceburin ke kolam, atau untuk keperluan konten, misalnya.
Intinya adalah setiap kegiatan tentu memerlukan alat yang tepat. Setiap alat tentu didesain agar bisa dipergunakan untuk hal-hal yang terkait dengan kegiatan tersebut.
Trading juga seperti itu. Kalau kalian mau menciptakan sistem trading yang berbasis pada trend following alias mengikut arah tren besar, kalian perlu menggunakan indikator yang tepat juga, seperti Moving Average atau Bollinger Bands.
Kalau kalian misalnya mau membuat sistem trading untuk menangkap peluang di puncak atau lembah, maka indikator osilator bisa masuk dalam “daftar belanja” kalian. Kalian bisa memanfaatkan stochastic, RSI atau MACD, misalnya.
Kalau kalian masih belum jelas apa yang saya tuliskan di atas, masih belum terlalu paham apa itu Bollinger Bands atau stochastic, misalnya, silakan kunjungi laman edukasi FOREXimf.
#2: Apakah kamu sudah paham cara kerja indikatornya?
Ini penting lho! Kamu harus memiliki gambaran tentang cara kerja indikator teknikalnya, supaya nanti ketika dipraktekkan, kamu bisa mengenali dengan baik sinyal trading yang dihasilkannya. Jangan sampai salah baca, apalagi membacanya terbalik: sell disangka buy, atau sebaliknya. Wah, repot!
Kalian tidak perlu sampai memahami metode perhitungan atau algoritma masing-masing indikator, kecuali kalau kalian adalah programmer yang mau membuat indikator baru (istilahnya indikator custom) atau robot trading berdasarkan indikator-indikator yang ada.
Kalau kalian sekedar mau membuat sistem trading manual, kalian cukup perlu tahu beberapa hal saja. Paling mudah, kalian cukup perlu tahu bagaimana indikator tersebut menghasilkan sinyal buy atau sell. Ini bisa kalian ketahui dari melakukan uji coba sebelumnya.
Kalaupun kalian perlu tahu sedikit lebih advance, mungkin kalian hanya perlu tahu jenis data apa yang dimasukkan ke indikator tersebut. Misalnya di moving average periode 20, yang menggunakan data harga 20 candlestick terakhir.
Dalam kondisi seperti apa indikatornya bisa gagal?
Ingat ya, indikator teknikal itu hanya buatan manusia biasa. Jadi dengan segala keterbatasan manusia yang membuatnya, tentu dia juga punya kelemahan dan dengan kelemahan itu tentu ada masanya dia akan mengalami kegagalan.
Kita tidak cukup hanya tahu bagaimana indikator itu bekerja, tapi kita juga harus tahu kapan indikatornya bisa gagal. Di kondisi market seperti apa indikator tersebut bisa gagal, sehingga kita bisa mewaspadai dan mengantisipasi kemungkinan tersebut jika kita melihat kondisi market tertentu.
Misalnya, indikator moving average biasanya tidak terlalu bisa diandalkan jika market berada dalam kondisi sideways. Atau, waspada jika Bollinger Bands menyempit dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Nah, untuk bisa melakukan hal seperti itu, maka kita harus melakukan eksperimen dan simulasi di kondisi market sesungguhnya.
Setting indikatornya harus seperti apa?
Ini pertanyaan yang sangat penting yang harus kalian jawab.
Katakanlah kalian sudah memutuskan untuk mempergunakan beberapa indikator yang akan kalian pergunakan untuk strategi kalian. Selanjutnya kalian harus tahu setting atau pengaturan yang tepat yang akan kalian terapkan.
Misalnya kalian sudah memutuskan untuk mempergunakan Moving Average dan stochastic. Kalian harus sudah tahu periode berapa setting moving average-nya, apa MA Method yang akan dipergunakan (simple, exponential, smoothed, atau linear weighted) dan kenapa? Lalu di-apply ke harga yang seperti apa (close, open, high, dan sebagainya)?
Oke, mungkin kalian belum berpikir sejauh itu. Atau mungkin juga berpikir bahwa detail-detail seperti itu terlalu canggih dan hanya bikin pusing saja. Fine.
Tapi setidaknya kalian tetap perlu melakukan uji coba, setidaknya trial and error, untuk setiap kemungkinan kombinasi setting indikator yang akan kalian pakai itu. Kalian bisa melakukannya melalui pengujian backtest. Kalau sudah yakin, baru kalian lakukan forward test, misalnya dengan demo account.
Saya beri tips dalam menentukan pengaturan indikator: kalian perlu tahu bahwa semakin kecil/pendek pengaturan yang kalian terapkan, maka indikator akan cenderung memproduksi signal yang semakin banyak. Dia akan semakin sensitif. Tetapi biasanya akurasi dari signal yang dihasilkan juga tidak akan terlalu tinggi.
Sebaliknya, kalau kalian masukkan angka yang semakin besar, biasanya dia akan semakin jarang memberikan signal, bahkan mungkin akan lagging alias agak lambat. Tapi, biasanya signal yang dihasilkan cenderung lebih akurat.
Ada juga yang mengatakan bahwa setting standar (kalau kita bicara indikator teknikal standar) biasanya sudah merupakan setting yang terbaik dari pembuatnya. Kalau kalian termasuk penganut kepercayaan ini, berarti kalian tinggal mengkombinasikan beberapa indikator saja.
Semua itu nanti akan tergantung pada karakter trading kalian. Jika kalian agresif, biasanya kalian akan memilih setting yang pendek-pendek. Sebaliknya kalau kalian termasuk trader santai, setting panjang tidak jadi masalah untuk kalian.
Oh, satu lagi: pertimbangkan modal kalian juga. Kalian tidak akan mungkin bisa memaksa sebuah sistem trading yang didesain untuk modal (misalnya) $1000 untuk bekerja dengan modal sebesar $7. Kalian akan perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian.
Kesimpulan
Indikator atau strategi trading tidak ada yang sempurna. Meskipun demikian, kalian tetap bisa menemukan kombinasi indikator yang cocok dengan gaya trading dan modal kalian. Untuk memilih indikator yang tepat, pertimbangkan tujuan strategi trading, pemahaman tentang cara kerja indikator, kondisi kegagalan indikator, dan pengaturan indikator yang sesuai.
Dengan menguji coba dan menyesuaikan pengaturan, kalian dapat mengembangkan strategi trading yang menghasilkan keuntungan yang konsisten.