Memang, pasca pengumuman dicalonkannya Joko Widodo (Jokowi), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), sempat melanjutkan penguatan sejauh sekitar 3,84%. Rupiah pun sempat menguat terhadap USD, sekitar 11 poin kala itu, menyentuh kisran 11.375 rupiah per USD. Tidak bisa dipungkiri bahwa pencapresan Jokowi yang hingga saat ini masih menjadi gubernur DKI Jakarta mampu memberikan sentimen positif pada IHSG dan rupiah. Para pelaku pasar menyebut fenomena ini sebagai "efek Jokowi" atau "Jokowi effect".
Tidak hanya rupiah dan IHSG, indeks 45 saham unggulan (LQ45) juga menguat 4,37% psaca pengumuman tersebut. Mengapa ada anggapan bahwa penguatan tersebut dipicu oleh "efek Jokowi"? Salah satu penyebabnya (mungkin) adalah karena penguatan IHSG terlihat kontradiktif dengan pergerakan indeks saham di bursa regional Asia. Pada saat yang sama, HangSeng (indeks saham Hongkong) dan Nikkei (indeks saham Jepang) justru melemah. HangSeng melemah sekitar 1%, sementara Nikkei melemah 3,3%. Jika dikaitkan dengan pergerakan bursa regional tersebut, penguatan IHSG dipandang sebagai sebuah "anomali".
Maka dari itulah mencuat ide "efek Jokowi" mampu mendongkrak pasar lokal. Ada kemungkinan pasar melihat sosok Jokowi sebagai tokoh yang mampu memberikan angin segar bagi iklim investasi dan ekonomi Indonesia. Ada semacam euforia yang mungkin akan terjadi di pasar jika Jokowi benar-benar terpilih menjadi presiden. Hal semacam ini biasa jika ada kejadian positif yang diharapkan mampu membawa harapan yang lebih baik bagi perekonomian suatu negara. Salah satu "kejadian" tersebut bisa saja datang dari ranah politik, sebagaimana pencapresan Jokowi ini.
Apalagi pasar memang telah lama menunggu "gong" dari pihak PDI-P terkait pencapresan Jokowi, yang merupakan kandidat yang paling menonjol di antara calon lain berdasarkan survei-survei yang dilakukan selama ini. Euforia ini diperkirakan akan berlanjut jika ternyata Jokowi berhasil memenangkan pemilu dan menjabat sebagai presiden Republik Indonesia.
Namun tetap saja, seandainya pun Jokowi memenangkan pemilu, pasar akan kembali melihat program-program yang akan dijalankan oleh presiden terpilih. Jika program-program dan kebijakan yang diambil sejalan dengan keinginan pasar, maka penguatan akan terus berlanjut. Jika tidak, hampir bisa dipastikan pasar akan kecewa dan berbalik arah untuk terjun ke zona negatif. Meskipun demikian, benarkah kenaikan IHSG dan rupiah pada pertengahan Maret lalu benar-benar hanya karena pencapresan Jokowi? Sekali lagi, "efek Jokowi" tanpa bisa dibantah memang terjadi.
Pertanyaannya adalah apakah "efek Jokowi" adalah satu-satunya penyebab? Jika dilihat secara umum, keputusan Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan di level 7,5 persen juga memberikan pengaruh positif bagi IHSG dan rupiah. Sebab jika suku bunga acuan tidak naik, maka terbukalah jalan lebar yang bagi perbaikan ekonomi nasional. Selain itu, Menteri Keuangan Chatib Basri juga mengatakan bahwa adanya aliran modal asing terhadap obligasi negara juga mempengaruhi penguatan rupiah.
Meskipun demikian, Basri juga mengakui bahwa jika pasar saham menguat tajam namun rupiah stabil, itu adalah fenomena lokal. Sebab, yang sering terjadi adalah pasar saham negatif namun rupiah menguat. Pengaruh "efek Jokowi" ini akan bisa kita lihat jika nanti PDI-P mengumumkan calon wakil presiden pendamping Jokowi. Jika lagi-lagi pengumuman sesuai dengan keinginan pasar dan "efek Jokowi" berlanjut, maka hampir bisa dipastikan bahwa pencapresan Jokowi memang sangat berpengaruh bagi pasar finansial di Indonesia. Kita tunggu.
note: Bagi anda yang masih baru mengenal bisnis forex trading ini, jangan takut dan ragu untuk belajar forex trading dan mengetahui lebih dalam tentang dunia forex trading ini. Semoga Bermanfaat.